Menyoal Coding dan Artificial intelligence dalam Kurikulum
Memperkuat Pendidikan di Indonesia: Penambahan Mata Pelajaran Coding dan Kecerdasan Buatan
Dalam serangkaian kegiatan di awal masa jabatannya yang berlangsung selama 100 hari, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Dasar dan Menengah, Prof. Abdul Mu'ti, mengungkapkan bahwa pada tahun ajaran 2025/2026, pendidikan di Indonesia akan mengalami pembaruan signifikan untuk meningkatkan kualitas secara keseluruhan. Salah satu inisiatif yang sedang dipertimbangkan adalah penambahan mata pelajaran muatan lokal pilihan, yaitu Coding dan Kecerdasan Buatan. Penambahan ini merupakan respon terhadap pesatnya perkembangan teknologi, baik di tingkat nasional maupun global. Memperkuat pemahaman dan kemampuan siswa dalam menghadapi kemajuan teknologi adalah hal yang sangat penting dan tidak bisa diabaikan.
Saat ini, teknologi yang berkaitan dengan Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) telah terintegrasi dalam berbagai aplikasi, baik untuk pendidikan maupun media sosial. Banyak siswa kini dapat dengan mudah menemukan karya tulis kreatif, seperti cerpen, melalui platform seperti gemini.com. Dengan aplikasi tersebut, siswa dapat secara instan menghasilkan cerpen yang tampak orisinal tanpa banyak usaha berpikir. Oleh karena itu, penting bagi pendidik untuk memberikan edukasi tentang cara memanfaatkan aplikasi ini secara efektif. Peran guru sangat krusial dalam membimbing siswa agar dapat menggunakan teknologi dengan bijak dan memberikan dampak positif.
Namun, muncul pertanyaan tentang tantangan yang akan dihadapi saat implementasi di sekolah. Menyusul pernyataan Mendikdasmen, rencana kurikulum baru dengan pendekatan deep learning akan memperkenalkan satu mata pelajaran muatan lokal pilihan. Menurut saya, penambahan satu mata pelajaran berarti akan ada alokasi waktu yang perlu diperhatikan. Misalnya, jika mata pelajaran ini membutuhkan satu jam pelajaran, maka di sekolah dengan sembilan rombongan belajar, akan ada penambahan jam kerja guru sebanyak sembilan jam dalam seminggu. Jika guru non-ASN terlibat, hal ini akan berdampak pada peningkatan biaya operasional sekolah, yang tentu saja harus sesuai dengan batasan pengeluaran untuk gaji pegawai. Alternatif lainnya adalah jika mata pelajaran tersebut diintegrasikan ke dalam kurikulum Informatika, yang sepertinya tidak akan menimbulkan masalah teknis dalam implementasinya. Atau mungkin mata pelajaran baru ini dapat menggantikan Informatika, sehingga tidak ada penambahan muatan pelajaran. Selain itu, kita juga perlu memikirkan pengadaan tenaga pengajar yang berkualitas, khususnya jika Kecerdasan Buatan ditambahkan sebagai mata pelajaran baru.
Wacana penambahan mata pelajaran Kecerdasan Buatan memang menjadi hal yang sangat relevan, terutama dalam upaya mengedukasi siswa agar dapat menggunakan aplikasi digital dengan bijak. Dalam konteks ini, siswa yang berada di luar lingkungan pendidikan juga perlu mendapatkan perhatian. Tulisan ini merupakan ungkapan kegelisahan dan keingintahuan penulis tentang isu ini. Saya yakin bahwa semua aspek terkait implementasi sudah dipertimbangkan dengan cermat, baik dari segi perencanaan maupun pelaksanaan. Dengan pendekatan deep learning yang mendalam, baik di level strategi maupun praktik, penulis sangat mendukung inisiatif ini dan siap berkontribusi sebagai agen perubahan dalam dunia pendidikan, selama perubahan tersebut mengarah pada peningkatan kualitas pendidikan yang lebih baik.